Selasa, 14 Oktober 2014

Demokratisasi Demokrasi


             


Sesuai dengan denifini yang diungkapkan oleh Philipp C. Schmitter tentang demokrasi yaitu suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakannya di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan wakil-wakil mereka yang telah terpilih. Indonesia telah mempraktikannya sejak reformasi, padahal sejak lama Indonesia telah mengenal yang namanya demokrasi, hanya saja demokrasi yang diberikan label tambahan yang hanya terbukti sebagai label saja tanpa adanya praktik demokrasi secara benar. Selain itu ada enam norma dalam demokrasi, yaitu kesadaran akan prularisme, musyawarah, cara yang sejalan dengan tujuan, kejujuran dalam kemufakatan, kebebasan nurani dan persamaan hak kewajiban, serta trial and error.
 Indonesia telah berusaha menjalankan norma-norma yang ada dalam mempraktikan demokrasi, berpegang pada tiga prinsip demokrasi, yaitu pemerintah dari rakyat yang mendapat pengakuan rakyat, pemerintah oleh rakyat yang menjalankan kekuasaannya atas nama rakyat, lalu pemerintahan untuk rakyat yang kekuasaannya harus dijalankan untuk kepentingan rakyat. Indonesia pada nyatanya belum sepenuhnya menjalankan norma atau unsur pokok yang dibutuhkan dalam tatanan mayarakat yang demokratis. Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa memang demokrasi adalah cocok digunakan dalam tatanan masyarakat Indonesia. Polemik yang ada dalam perpolitikan Indonesia sendiri memang tidak diteliti secara mendalam, hanya berdasarkan kekecewaan terhadap kekuasaan orde baru yang cenderung berlebihan dan menyalahgunakan   kekuasaan, maka di rombaklah sistem demokrasi dengan menjadikan pemilihan langsung menjadi tidak langsung. Padahal jika dilihat kembali, tidak ada yang salah dalam sistem tersebut, kesalahan lebih kepada manusia yang menjalankannya.
Namun semua ini tidaklah salah, karena dalam demokrasi sendiri terdapat trial and error yaitu mencoba dan salah, ketika pemerintah membuat kebijakan seperti yang ada pada paragraf sebelumnya, lalu saat kedepannya terjadi kesalahan dalam peraturan yang dibuat maka diubahlah peraturan tersebut dengan peraturan lain yang diajukan oleh pemerintah baru yang dipilih pada saat itu. Sebenarnya memang ketika kita mencoba hal baru lalu gagal, kita telah mendewasakan sistem kita dengan mengambil pelajaran dari kesalahan sebelumnya, tetapi pada kenyataannya, trial and error yang ada di Indonesia sekarang seolah tidak memiliki konsep yang jelas dan tidak pasti.
Menurut hemat saya, kegagalan dalam mencoba kebijakan terletak dari
kurangnya pembenahan dalam hal hubungan legislatif dan eksekutif termasuk kepada lemahnya yudikatif dalam mengawasi jalannya kedua lembaga tersebut. Karena, dalam demokrasi harus ada check and balance, check and balance terjadi jika kedua lembaga ini memiliki kesadaran akan kesejahteraan bangsa. Maka, untuk merealisasikan check and balance, sebaiknya antara DPR sebagai lembaga legislatif dengan presiden dan lembaga kepresidenan lainnya sebagai lembaga eksekutif memberikan hak veto kepada Presiden RI. Sehingga tidak ada lagi pergeseran hal-hal yang tidak semestinya, misalnya ketika ingin  menjadi ingin menjadi hakim agung atau menjadi duta besar, harus melalui DPR dengan alasan ada pertimbangan sisi politis dan demokratis, padahal secara tidak langsung telah menggeser tanggung jawab yang seharusnya ada pada eksekutif atau dalam hal ini lembaga kepresidenan yang berwenang. Maka dari itu, mari kita demokratisasi kembali demokrasi kita!


           

This entry was posted in

0 comments:

Posting Komentar