Pancasila dengan segala keistimewaannya masih tetap menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia meskipun polemik dalam hal pelaksanaannya masih menjadi bukti bahwa masyarakat dan pemerintah harus terus introspeksi dan sadar akan rasa tanggung jawab bernegara. Jika ada yang bertanya mengapa Indonesia tidak menggunakan ideologi komunis atau liberal? Tentu jawabannya adalah Pancasila selain ideologi yang mencerminkan kepribadian bangsa juga mengambil segala kebaikan yang ada pada ideologi-ideologi didunia seperti misalnya komunis-liberalis dan lain sebagainya. Kelahiran pancasila pada 1 Juni 1945 menurut saya adalah hari lahir “redaksi baru Pancasila” bukan arti “pancasila” itu sendiri, karena pada dasarnya para penggagas hanya meredaksikan apa yang menjadi pribadi dan apa yang mencerminkan bangsa Indonesia dulu, kini, dan nanti. Pancasila juga (dalam konteks kenegaraan) merupakan agama bagi Indonesia.
Pancasila
seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi dengan hal sepele karena pancasila
adalah hal fundamental yang “saklek” seperti misalnya ada yang mengatakan bahwa
ketika kita memilih langsung maka sila ke-empat tidak dijalankan atau jika
ingin mengadakan pemilihan langsung, maka ubah dulu Pancasila. Menurut saya
pernyataan seperti itu tidak relevan, bahkan terkesan bahwa mereka ingin
‘menjajah’ bangsa sendiri dan ini hal ini sama seperti apa yang Presiden
Soekarno nyatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu
akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri” dan benar adanya bahwa yang
memiliki wewenan dilegislatif sana sudah mulai kehilangan ‘akal sehat’-nya
dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan.
Beberapa
waktu lalu, RUU Pilkada Tak langsung telah disahkan oleh DPR, dengan aksi drama
WO Partai Demokrat. Dengan perolehan voting sebanyak 135 suara untuk Pilkada Langsung, dan 226 suara
untuk Pilkada Tidak Langsung. SBY sebagai presiden pun disalahkan dalam hal ini,
dikatakan dalang RUU Pilkada Tidak Langsung dan sebagainya, dan SBY pun membela
diri dengan mengatakan prihatin, kecewa dengan hasil sidang tersebut, yang
menghasilkan RUU Pilkada Tidak Langsung dan sebagainya. Sekarang SBY sudah tiba
kembali ke Tanah Air karena sebelumnya ada kunjungan kenegaraan ke beberapa
negara. Dalam kasus ini, bagaimana
seorang Presiden sampai hati melihat rakyat dirampas haknya? dan sebagai
seorang presiden pun saya yakin beliau
tahu bahwa alasan yang dikemukakan sebelumnya tidaklah masuk akal jika harus mengganti Pancasila, karena sila ke-empat yang menyatakan bahwa “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan” bukan berarti pemilihan secara langsung dihapuskan, menurut saya, kalimat pada poin tersebut jelas bahwa perwakilan disini adalah orang yang kita percaya untuk mewakili aspirasi kita di DPR, harusnya mereka mencoba berkaca pada kata “kebijaksanaan” disana, dan dengan alasan anggaran yang terlalu besar, entah kurang evaluasi atau pembelajaran, mengapa Pemilu secara langsung yang dihapuskan? Mengapa bukan anggaran “jalan-jalan” dan fasilitas anggota DPR saja yang dikurangi? Karena ketika pemilihannya dilakukan secara tidak langsung, pada nyatanya bukan malah menghemat anggaran melainkan semakin maraknya “pencaloan” dan jual-beli kursi kekuasaan yang pada nyatanya sampai pada detik ini (survei di daerah saya) ketika ingin menjadi gubernur atau bupati setidaknya mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, apalagi setelah RUU disahkan,pasti ketika pemilihan nanti diramaikan oleh orang-orang yang mau “balik modal” karena sebelum ia terpilih sebagai gubernur ia mengeluarkan uang yang banyak, dan ketika ia terpilih bisa saja ia mematok harga kepada bupati yang ingin naik agar birokrasinya dipermudah, maka suatu saat nanti bisa saja Indonesia menjadi oligarki sejati.
tahu bahwa alasan yang dikemukakan sebelumnya tidaklah masuk akal jika harus mengganti Pancasila, karena sila ke-empat yang menyatakan bahwa “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan” bukan berarti pemilihan secara langsung dihapuskan, menurut saya, kalimat pada poin tersebut jelas bahwa perwakilan disini adalah orang yang kita percaya untuk mewakili aspirasi kita di DPR, harusnya mereka mencoba berkaca pada kata “kebijaksanaan” disana, dan dengan alasan anggaran yang terlalu besar, entah kurang evaluasi atau pembelajaran, mengapa Pemilu secara langsung yang dihapuskan? Mengapa bukan anggaran “jalan-jalan” dan fasilitas anggota DPR saja yang dikurangi? Karena ketika pemilihannya dilakukan secara tidak langsung, pada nyatanya bukan malah menghemat anggaran melainkan semakin maraknya “pencaloan” dan jual-beli kursi kekuasaan yang pada nyatanya sampai pada detik ini (survei di daerah saya) ketika ingin menjadi gubernur atau bupati setidaknya mereka harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, apalagi setelah RUU disahkan,pasti ketika pemilihan nanti diramaikan oleh orang-orang yang mau “balik modal” karena sebelum ia terpilih sebagai gubernur ia mengeluarkan uang yang banyak, dan ketika ia terpilih bisa saja ia mematok harga kepada bupati yang ingin naik agar birokrasinya dipermudah, maka suatu saat nanti bisa saja Indonesia menjadi oligarki sejati.
Berbicara
masalah keadilan, yang paling Fasih berbicara keadilan adalah Komunis. Maka
Pancasila sebagai ideologi yang berada di tengah antara Ideologi Komunis dan
Liberal dapat menjadi satu landasan nilai yang seharusnya dapat mewujudkan
kemaslahatan dan kesejarteraan rakyat, bukan malah sebaliknya. Dan dalam hal
ini, demokrasi sebagai pendukung tegaknya Pancasila masih menjadi sistem yang
terbaik saat ini, harus terus dilakukan check and balance demi terjaganya
orisinalitas pancasila.
0 comments:
Posting Komentar