Sinopsis
Carl Von Clausewitz
menyatakan bahwa perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara yang lain,
maka bisa juga disimpulkan bahwa arms
race adalah militerisasi politik –semacam perang. Meski tidak selalu
diidentikan dengan Perang, Arms Race memiliki
kemungkinan menimbulkan perang. India-Pakistan melakukan perlombaan senjata
yang meskipun tidak sampai pada perang, namun yang terjadi adalah damai negatif.
Pembahasan
Perang adalah satu hal yang
ditakutkan dan tidak diinginkan bagi semua manusia, termasuk negara. Namun,
perang tidak bisa dipungkiri keberadaannya dari sejarah umat manusia. Konflik
dan perang dalam sejarah umat manusia telah ada sejak manusia mengenal
kekuasaan dan kedudukan. Seiring berjalannya waktu, alat bantu (senjata) yang
digunakan manusia juga beragam, termasuk transformasi senjata tradisional
sampai dengan senjata modern. Transformasi ini menurut saya dikategorikan
sebagai suatu kewajaran dimana kita tahu bahwa manusia akan selalu berusaha
melindungi dan mencari kemanan bagi diri dan keluarganya.
Inovasi dan transformasi yang
dilakukan manusia ini sampai pada situasi yang disebut dengan arms race (Perlombaan Senjata). Menurut saya, segala bentuk persaingan,
pasti mempunyai kemungkinan konflik. Dalam hal ini, arms race sebagai satu bentuk persaingan juga pasti akan
menyebabkan konflik bahkan bisa saja sampai pada titik peperangan. Meskipun Charles
L. Glaser dalam artikelnya mengatakan bahwa arms
race tidak selalu buruk dan tidak melulu dikaitkan dengan perang, namun
tetap saja kemungkinan perang akan tetap ada.
Arms Race didefinisikan sebagai suatu dinamika proses interaksi antarnegara atau koalisi negara-negara yang kompetitif, dinamis, dan dengan keadaan terpaksa mengakuisisi persenjataan mereka.[1] Menurut http://dictionary.cambridge.org, “Arms Race issituation in which two or more countries try to have more and stronger weapons than each other” (Perlombaan Senjata adalah situasi dimana dua atau lebih negara berusaha untuk meningkatkan dan memperkuat persenjataan daripada negara lain).[2] Arms race juga bisa diartikan sebagai usaha kompetitif terus menerus (secara militer) yang dilakukan oleh dua atau lebih negara yang masing-masing memiliki kapabilitas untuk membuat senjata lebih banyak dan lebih kuat daripada yang lain.[3]
Colin Gray menyebutkan karakteristik
arms race, yaitu: pertama, adanya
pihak yang mengindikasikan hubungan mereka saling bertentangan. Kedua, penataan
kekuatan yang didasarkan pada kalkulasi kapabilitas musuh dan tujuannya.
Ketiga, persaingan kualitatif dan kuantitatif secara terbuka dalam pembelian
senjata. Terakhir, peningkatan anggaran pertahanan dan laju penerimaan. Selain
itu, Gray juga menyatakan bahwa seperti halnya perang, perlombaan senjata
memiliki tujuan politik. Carl Von Clausewitz menyatakan bahwa perang adalah
kelanjutan dari politik dengan cara yang lain, maka bisa juga disimpulkan bahwa
arms race adalah militerisasi politik
semacam perang.[4]
Arms
Race terjadi sesuai dengan teori neorealisme yang menekankan
bagaimana sistem internasional yang anarki ternyata bisa menjadi damai dengan
adanya konsep balance of power. Menurut
Mearsheimer yang dikutip dalam buku “Balance
of Power In World History” oleh Stuart J. Kaufman, Richard Little dan
William C. Wohlforth, negara – negara kuat (great
powers) akan berusaha untuk mempertahankan hegemoni mereka di dunia. Usaha
– usaha negara ini untuk mempertahankan hegemoni mereka bisa dilakukan dengan
menyeimbangkan kekuatan negara mereka satu sama lain. Mereka bersaing satu sama
lain agar tidak ketinggalan, sehingga
nanti akan muncul keseimbangan atau equilibrium.
Namun sayangnya, konsep balance of power
ini mengakibatkan terjadinya arms race.[5]
Balance
of power merupakan salah satu asumsi neorealisme yang mengatakan
bahwa hanya ada damai negatif di dunia ini. Damai yang sejatinya memiliki
kemungkinan adanya konflik, berbeda dengan damai positif
neoliberalisme/liberalisme yang menganggap bahwa dunia akan sampai pada perpetual peace (damai yang abadi).[6]
Maka, arms race sebagai akibat dari balance of power (damai negatif) memiliki kemungkinan untuk menimbulkan situasi
yang akan menyebabkan perang/konflik.
Arms
race
pada prinsipnya memiliki keuntungan sebagai penyeimbang kekuatan bagi negara
kuat yang “bisa saja” akan bertindak semaunya terhadap negara yang lebih kecil.
Namun, dengan karakteristik yang diberikan oleh Gray, keadaan yang
menguntungkan tersebut bisa saja menjadi pemantik perang karena didasari oleh
benturan kepentingan satu sama lain.
tidak seperti apa yang terjadi
di Kawasan Asia Selatan, antara India dan Pakistan. Kasus perlombaan senjata
antara India dan Pakistan ini terjadi karena kedua negara yang berbatasan ini
menghadapi konflik perebutan wilayah Kashmir semenjak 1947. India dan Pakistan
tidak mau ketinggalan dalam bidang militer, jika India memperbaharui
alutsistanya, Pakistan pun demikian, dan sebaliknya. Jika dilihat dari
perspektif Balance of Power, hal ini
diakibatkan oleh ambisi kedua negara untuk mempertahankan hegemoni mereka di
kawasan dan kedua negara tidak mau ketinggalan dalam bidang militer, sehingga
muncul arms race.
Mengacu pada pendapat T.V.
Paul, arms race yang terjadi antara
India dan Pakistan terjadi akibat hard
balancing diantara kedua negara. Hal ini terjadi antara dua negara yang
sedang berkonflik. Keadaan ini bukan hanya dilakukan untuk menjaga
keseimbangan, melainkan untuk mempertahankan hegemon India dan Pakistan di
Kawasan. Arms race yang terjadi
antara India dan Pakistan tidak hanya menimbulkan dampak negatif, seperti
timbulnya ketidakpercayaan satu sama lain, melainkan berdampak pada kawasan
Asia Selatan lain.
Dalam bidang keamanan, arms race akan setidaknya berdampak pada
terciptanya perdamaian negatif –sepeti yang dijelaskan sebelumnya- dan akan muncul
ketegangan di negara-negara sekitar negara konflik. Ketegangan yang akan
terjadi bisa saja diakibatkan oleh memanasnya hubungan India dan Pakistan,
kemudian ketegangan tersebut menimbulkan perang. Selain itu, saling
ketidakpercayaan antarkeduanya tidak akan menemukan jalan keluar karena tidak
ada kemauan baik kedua negara. Kedua negara tersebut hanya berfokus pada
bagaimana tetap survive dalam dunia
internaisonal.
Damai negatif adalah kondisi
dimana situasi perdamaian mengandung unsur konflik atau suasana di mana konflik
sebelumnya masih terasa dan memiliki konflik baru jika tidak ditangani dengan
tuntas. Hal inilah yang menjadi landasan saya berargumentasi bahwa arms race nantinya bisa mengakibatkan
perang.
Kesimpulan
Arms Race dapat mengakibatkan perang
meski tidak selalu diidentikan dengan perang. Arms Race merupakan akibat yang ditimbulkan dari konsep balance of power dalam neorealis.
India-Pakistan berada pada titik damai, namun damai yang dimaksud bukan damai
yang positif, melainkan damai negatif.
*demi menghindari plagiarisme, saya meniadakan footnote-nya
0 comments:
Posting Komentar