Rabu, 04 Januari 2017

Arms Race: Apakah Arms Race akan Mengakibatkan Perang?




Sinopsis
            Carl Von Clausewitz menyatakan bahwa perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara yang lain, maka bisa juga disimpulkan bahwa arms race adalah militerisasi politik –semacam perang. Meski tidak selalu diidentikan dengan Perang, Arms Race memiliki kemungkinan menimbulkan perang. India-Pakistan melakukan perlombaan senjata yang meskipun tidak sampai pada perang, namun yang terjadi adalah damai negatif.

Pembahasan
Perang adalah satu hal yang ditakutkan dan tidak diinginkan bagi semua manusia, termasuk negara. Namun, perang tidak bisa dipungkiri keberadaannya dari sejarah umat manusia. Konflik dan perang dalam sejarah umat manusia telah ada sejak manusia mengenal kekuasaan dan kedudukan. Seiring berjalannya waktu, alat bantu (senjata) yang digunakan manusia juga beragam, termasuk transformasi senjata tradisional sampai dengan senjata modern. Transformasi ini menurut saya dikategorikan sebagai suatu kewajaran dimana kita tahu bahwa manusia akan selalu berusaha melindungi dan mencari kemanan bagi diri dan keluarganya.
Inovasi dan transformasi yang dilakukan manusia ini sampai pada situasi yang disebut dengan arms race (Perlombaan Senjata). Menurut saya, segala bentuk persaingan, pasti mempunyai kemungkinan konflik. Dalam hal ini, arms race sebagai satu bentuk persaingan juga pasti akan menyebabkan konflik bahkan bisa saja sampai pada titik peperangan. Meskipun Charles L. Glaser dalam artikelnya mengatakan bahwa arms race tidak selalu buruk dan tidak melulu dikaitkan dengan perang, namun tetap saja kemungkinan perang akan tetap ada.

Arms Race didefinisikan sebagai suatu dinamika proses interaksi antarnegara atau koalisi negara-negara yang kompetitif, dinamis, dan dengan keadaan terpaksa mengakuisisi persenjataan mereka.[1] Menurut http://dictionary.cambridge.org, “Arms Race is​situation in which two or more ​countries ​try to have more and ​stronger ​weapons than each other” (Perlombaan Senjata adalah situasi dimana dua atau lebih negara berusaha untuk meningkatkan dan memperkuat persenjataan daripada negara lain).[2] Arms race juga bisa diartikan sebagai usaha kompetitif terus menerus (secara militer) yang dilakukan oleh dua atau lebih negara yang masing-masing memiliki kapabilitas untuk membuat senjata lebih banyak dan lebih kuat daripada yang lain.[3]
Colin Gray menyebutkan karakteristik arms race, yaitu: pertama, adanya pihak yang mengindikasikan hubungan mereka saling bertentangan. Kedua, penataan kekuatan yang didasarkan pada kalkulasi kapabilitas musuh dan tujuannya. Ketiga, persaingan kualitatif dan kuantitatif secara terbuka dalam pembelian senjata. Terakhir, peningkatan anggaran pertahanan dan laju penerimaan. Selain itu, Gray juga menyatakan bahwa seperti halnya perang, perlombaan senjata memiliki tujuan politik. Carl Von Clausewitz menyatakan bahwa perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara yang lain, maka bisa juga disimpulkan bahwa arms race adalah militerisasi politik semacam perang.[4]
Arms Race terjadi sesuai dengan teori neorealisme yang menekankan bagaimana sistem internasional yang anarki ternyata bisa menjadi damai dengan adanya konsep balance of power. Menurut Mearsheimer yang dikutip dalam buku “Balance of Power In World History” oleh Stuart J. Kaufman, Richard Little dan William C. Wohlforth, negara – negara kuat (great powers) akan berusaha untuk mempertahankan hegemoni mereka di dunia. Usaha – usaha negara ini untuk mempertahankan hegemoni mereka bisa dilakukan dengan menyeimbangkan kekuatan negara mereka satu sama lain. Mereka bersaing satu sama lain agar tidak ketinggalan, sehingga nanti akan muncul keseimbangan atau equilibrium. Namun sayangnya, konsep balance of power ini mengakibatkan terjadinya arms race.[5]
Balance of power merupakan salah satu asumsi neorealisme yang mengatakan bahwa hanya ada damai negatif di dunia ini. Damai yang sejatinya memiliki kemungkinan adanya konflik, berbeda dengan damai positif neoliberalisme/liberalisme yang menganggap bahwa dunia akan sampai pada perpetual peace (damai yang abadi).[6] Maka, arms race sebagai akibat dari balance of power (damai negatif) memiliki kemungkinan untuk menimbulkan situasi yang akan menyebabkan perang/konflik.
Arms race pada prinsipnya memiliki keuntungan sebagai penyeimbang kekuatan bagi negara kuat yang “bisa saja” akan bertindak semaunya terhadap negara yang lebih kecil. Namun, dengan karakteristik yang diberikan oleh Gray, keadaan yang menguntungkan tersebut bisa saja menjadi pemantik perang karena didasari oleh benturan kepentingan satu sama lain.
tidak seperti apa yang terjadi di Kawasan Asia Selatan, antara India dan Pakistan. Kasus perlombaan senjata antara India dan Pakistan ini terjadi karena kedua negara yang berbatasan ini menghadapi konflik perebutan wilayah Kashmir semenjak 1947. India dan Pakistan tidak mau ketinggalan dalam bidang militer, jika India memperbaharui alutsistanya, Pakistan pun demikian, dan sebaliknya. Jika dilihat dari perspektif Balance of Power, hal ini diakibatkan oleh ambisi kedua negara untuk mempertahankan hegemoni mereka di kawasan dan kedua negara tidak mau ketinggalan dalam bidang militer, sehingga muncul arms race.
Mengacu pada pendapat T.V. Paul, arms race yang terjadi antara India dan Pakistan terjadi akibat hard balancing diantara kedua negara. Hal ini terjadi antara dua negara yang sedang berkonflik. Keadaan ini bukan hanya dilakukan untuk menjaga keseimbangan, melainkan untuk mempertahankan hegemon India dan Pakistan di Kawasan. Arms race yang terjadi antara India dan Pakistan tidak hanya menimbulkan dampak negatif, seperti timbulnya ketidakpercayaan satu sama lain, melainkan berdampak pada kawasan Asia Selatan lain.
Dalam bidang keamanan, arms race akan setidaknya berdampak pada terciptanya perdamaian negatif –sepeti yang dijelaskan sebelumnya- dan akan muncul ketegangan di negara-negara sekitar negara konflik. Ketegangan yang akan terjadi bisa saja diakibatkan oleh memanasnya hubungan India dan Pakistan, kemudian ketegangan tersebut menimbulkan perang. Selain itu, saling ketidakpercayaan antarkeduanya tidak akan menemukan jalan keluar karena tidak ada kemauan baik kedua negara. Kedua negara tersebut hanya berfokus pada bagaimana tetap survive dalam dunia internaisonal.
Damai negatif adalah kondisi dimana situasi perdamaian mengandung unsur konflik atau suasana di mana konflik sebelumnya masih terasa dan memiliki konflik baru jika tidak ditangani dengan tuntas. Hal inilah yang menjadi landasan saya berargumentasi bahwa arms race nantinya bisa mengakibatkan perang.
           
Kesimpulan
            Arms Race dapat mengakibatkan perang meski tidak selalu diidentikan dengan perang. Arms Race merupakan akibat yang ditimbulkan dari konsep balance of power dalam neorealis. India-Pakistan berada pada titik damai, namun damai yang dimaksud bukan damai yang positif, melainkan damai negatif.




*demi menghindari plagiarisme, saya meniadakan footnote-nya

0 comments:

Posting Komentar