Adam
Przeworski dalam artikel Democracy and Economic Development menjelaskan
hubungan timbal balik antara tingkat kemajuan ekonomi suatu negara dengan rezim
yang ada di negara tersebut. Dalam artikelnya, Przeworski menuliskan studi
kasus dalam mengaitkan antara tingkat kemajuan ekonomi dengan rezim yang
berkuasa. Menurutnya, tidak semua sistem demokratis mampu melahirkan tingkat
pertumbuhan ekonomi tinggi, dan sebaliknya, rezim diktator tidak kemudian serta
merta melahirkan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Terdapat beberapa pendapat
yang mengatakan bahwa negara-negara miskin pada umumnya tumbuh lebih lambat
dibandingkan negara kaya. Karena negara-negara miskin kebanyakan berada di
bawah kendala rezim diktator, sementara semua negara kaya adalah negara
menganut sistem yang demokratis.
Apabila
kita hanya membandingkan tingkat pertumbuhan di bawah dua rezim, kita akan
menyimpulkan bahwa demokrasi tumbuh lebih cepat. Tentu saja kesimpulan ini akan
menjadi keliru. Akhirnya, harus ada upaya untuk mempertimbangkan kemungkinan
bahwa ada beberapa faktor yang tidak dapat diamati secara sistematis yang mampu
mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi negara. Misalnya, jika kita lihat
China dan Singapura, kedua negara tersebut merupakan negara yang diktator, tapi
pertumbuhan ekonominya bias dikatakan cukup pesat. Sehingga, dapat disimpulkan
jika klaim sebagian ekonom liberal tentang peningkatan kesejahteraan dan
kemajuan ekonomi yang mendorong terjadinya demokratisasi tidak memiliki
dukungan empiris yang kuat.
Przeworski
juga menjelaskan tentang bagaimana suatu negara dapat mengalami transisi menuju
demokrasi. Menurutnya, kemungkinan kemunculan demokrasi lebih kecil di negara
miskin dan kemungkinan muncul di negara dengan pendapatan perkapita menengah ke
atas. Transisi demokrasi tidak mungkin terjadi jika terdapat pada rezim
diktator yang memiliki pendapatan perkapita tinggi. Tentu saja rezim diktator
dengan pendapatan perkapita tinggi akan terus mempertahankan kediktatorannya,
misalnya Arab Saudi dan Singapura. Selain itu, pertimbangan faktor-faktor lain
seperti sejarah perpolitikan masa lalu, keragaman Bahasa. Agama, dan predictive power tidak secara empiris
membuktikan bahwa faktor-faktor ini dapat mempengaruhi transisi demokrasi.
Kemudian, kediktatoran akan runtuh apabila kesenjangan tinggi. Karena pada
dasarnya kediktatoran berada di negara yang banyak pertanian, sehingga
pendapatan perkapita hanya dikuasai oleh sedikit orang. Maka, transisi
demokrasi akan lebih mudah terjadi di negara yang menekuni manufaktur karena
banyak buruh yang terlibat dalam pelaksanaan transisi demokrasi.
Jagdish
Bhagwati (1966) meberikan jawaban bahwa bangsa yang miskin menghadapi sebuah
pilihan sulit antara mendahulukan kepentingan pembangunan atau membangun proses
demokratisasi yang cepat. Kebanyakan negara-negara miskin masih berkutat pada
dilema itu. Akibatnya, pembangunan maupun demokratisasi masih jauh dari harapan.
Sementara menurut Richard Lowenthal, setiap ada peningkatan kebebasan, maka
akan ada perlambatan pembangunan. Setiap ada percepatan pembangunan, maka akan
melibatkan berkurangnya kebebasan. "Pembangunan duluan, demokrasi
belakangan". Sementara menurut Gavin Kitching (1983): Adalah tidak mungkin
untuk membangun masyarakat demokrasi yang bermakna dalam masyarakat yang secara
material miskin.
Terlepas
dari penjelasan tentang dinamika rezim di atas, perlu ditegaskan kembali bahwa
rezim yang demokratis belum tentu secara otomatis mampu melahirkan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang mapan, begitu juga sebaliknya, rezim diktator tidak
serta merta melahirkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Untuk
menjelaskan apakah rezim politik (demokrasi atau diktator) mempunyai kaitan
linear dengan pertumbuhan ekonomi, maka kita sangat layak untuk mengutip
pemikiran Seymour Martin Lipset (1957). Menurut Lipset, prasyarat mutlak dari
berkembangnya demokrasi modern adalah pembangunan ekonomi yang ditopang dengan
legitimasi politik dan kesetaraan sosial. Hal ini berarti, mengaitkan sistem
politik dengan aspek-aspek lainnya dalam suatu masyarakat menunjukkan bahwa
demokrasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan pembangunan ekonomi. Hal
inilah yang membuat mengapa sampai saat ini negara semi-diktator seperti China
dan Singapura sulit untuk melakukan demokratisasi.
*Saya meniadakan referensi guna menghindari plagiarisme*
0 comments:
Posting Komentar