Mimpi untuk Mengabdi
Saya selalu bermimpi untuk mengabdikan diri di daerah terluar Indonesia atau setidaknya merasakan berada di pelosok negeri untuk mengabdi. Sejak menjadi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya mencari informasi mengenai pengabdian di luar daerah Jabodetabek. Selama proses pencarian, saya menemukan informasi bahwa setiap tahun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengirimkan delegasi untuk mengabdi di pelosok negeri dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan.
Bagi saya, KKN merupakan refleksi salah satu tri dharma perguruan tinggi yaitu pengabdian, apalagi ketika mengabdi di daerah terluar Indonesia. Mengabdi di daerah terluar Indonesia dengan mahasiswa dari berbagai daerah menjadi dream list yang harus saya selesaikan sebelum lulus. Namun, saya kerap mempertanyakan relevansi KKN terhadap jurusan saya, Ilmu Hubungan Internasional. Apalagi KKN juga menjadi salah satu syarat kelulusan. Selain itu, berdasarkan cerita-cerita lalu, KKN di wilayah Jabodetabek cenderung tidak efektif dan tidak tepat sasaran, salah satu alasannya karena lokasi KKN sudah relatif maju. Maka dari itu, daripada saya tidak mendapatkan feel pengabdian yang sesungguhnya, saya lebih memilih untuk KKN di luar Jabodetabek. Sehingga, ketika tiba masa pendaftaran KKN, saya memberanikan diri untuk mendaftar dalam seleksi KKN Kebangsaan.
Menjadi delegasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dalam KKN Kebangsaan/Bersama menwujudkan mimpi saya menjadi nyata. Sebelumnya, saya berharap besar terpilih menjadi delegasi KKN Kebangsaan Gorontalo, namun pada akhirnya nasib berkata lain. Saya tidak terpilih menjadi delegasi KKN Kebangsaan Gorontalo, melainkan ditetapkan sebagai delegasi KKN Bersama Bangka Belitung.
Proses seleksi KKN Kebangsaan dan KKN Bersama 2017 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak mudah, pendaftar KKN harus melewati proses seleksi yang cukup ketat. Seleksi dilakukan pihak kampus dengan memberikan esai mengenai tema-tema tertentu. Seleksi ini menghasilkan 14 delegasi yang dibagi menjadi 5 delegasi KKN Kebangsaan Gorontalo dan 9 delegasi KKN Bersama Bangka Belitung. Sebelum saya menjadi delegasi KKN Kebangsaan, saya pernah terdaftar dalam KKN Reguler kelompok 17 yang ditempatkan di Desa Cibugel, Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang.
Kegiatan bersama dengan kelompok 17 yang saya ikuti sudah sampai pada proses pembuatan proposal dan kunjungan lokasi. Saya merasakan kedekatan dan kenyamanan bersama dengan kelompok 17 ini, saya juga memiliki keinginan untuk tetap bersama kelompok ini. Tetapi, keinginan untuk bersama kelompok ini tidak lebih besar dari keinginan untuk mengabdi di luar wilayah Jabodetabek. Sehingga, selama proses persiapan kelompok 17, sambil menunggu pengumuman KKN Kebangsaan yang terbilang cukup lama, saya mencoba mendaftarkan diri dalam program Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) Kementerian Maritim secara pribadi.
Saya sedikit pesimis dengan proses pendaftaran yang rumit dan tidak adanya kepastian tanggal dari program pribadi ENJ. Namun pada akhirnya saya sempat direkomendasikan menjadi peserta Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) Kementerian Maritim Republik Indonesia bersama dengan 20 mahasiswa dari berbagai jurusan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sangat bersyukur diterima dengan baik dalam kelompok ENJ, karena setidaknya apabila saya tidak lolos seleksi KKN Kebangsaan, saya bisa mengikuti program ini ke Maluku.
Beberapa hari setelah saya tergabung dalam kelompok ENJ UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya mendapatkan informasi daftar peserta yang lolos seleksi penerimaan KKN Kebangsaan, nama saya ada dalam daftar tersebut. Di saat yang bersamaan, ada rasa senang dan sedih, karena ternyata saya tidak terdaftar di KKN Kebangsaan Gorontalo, melainkan masuk dalam daftar KKN Bersama Bangka Belitung. Bingung? Jelas. Saya bingung memilih antara tetap mengikuti program ENJ atau ikut KKN Bersama Bangka Belitung. Karena pada dasarnya, kedua program ini sama-sama memiliki daya tarik tersendiri bagi saya. Setelah berdiskusi dengan keluarga, akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti KKN Bersama Bangka Belitung.
Seminggu sebelum keberangkatan, seluruh peserta KKN Bersama dibagikan kelompok oleh LPPM Universitas Bangka Belitung. Beberapa saat setelah dibagikan kelompok, saya langsung diundang ke dalam grup whatsapp yang berisikan seluruh mahasiswa KKN Bersama di Desa Penyamun. Pada tanggal 26 Juli 2017, kita semua dipertemukan. Sebelum menuju desa masing-masing, seluruh mahasiswa delegasi KKN Bersama Bangka Belitung wajib mengikuti pembukaan di Kediaman Gubernur Bangka Belitung dan pembekalan di Gedung Dharma Wanita Kabupaten Bangka. Setelah pembukaan, setiap kelompok langsung dipisahkan sesuai desa yang ditetapkan dan berangkat menuju desa masing setelah melaksanakan sholat zuhur berjamaah di Masjid Agung Sungailiat.
Menjalani kehidupan bersama di sebuah desa kecil selama 35 hari memberikan banyak cerita duka dan suka. Saya sempat mengira bahwa KKN di daerah pedalaman akan membosankan karena informasi yang saya dapatkan sebelumnya kurang lebih seperti itu. Disana jarang ada minimarket, tidak ada mall besar, jauh dari perkotaan, sulit akses transportasi, air tidak baik untuk sikat gigi, cuaca panas, situasi sering berdebu, masih banyak anjing liar, tinggal di ‘hutan’, dan lain sebagainya. Apalagi saya juga harus dituntut untuk beradaptasi dengan 29 mahasiswa lain dari berbagai daerah dan berbeda karakter satu sama lain. Meskipun pada kenyataannya informasi itu benar, namun selama pelaksanaan KKN saya tidak pernah merasa bosan which means KKN ini tidak membosankan.
![]() |
Setiap libur program, kami selalu menyempatkan waktu untuk berlibur bersama di tempat wisata dekat Desa. |
Saya cepat beradaptasi dengan teman-teman, masyarakat desa, dan lingkungan desa. Hal ini tentu tidak lepas dari sikap teman-teman disini yang adaptif, sabar, dan tidak egois, sehingga saya dan teman-teman semua bisa saling membantu. Begitu juga dengan perilaku masyarakat desa yang bisa dikatakan berbanding terbalik dengan nama desanya. Saya sempat khawatir dengan keamanan di desa, namun kenyataannya, tidak ada satu pun barang yang hilang kecuali sandal jepit (itu juga karena asal pakai sembarangan hehe). Bahkan, karena terlalu merasa aman, beberapa warga ada yang menyimpan sepeda motor di halaman rumah dengan keadaan kunci masih menempel di motor. Pernah di satu waktu, Irtya mengetes keamanan dengan melemparkan sebuah barang berharga ke tengah jalan. Keesokan harinya, ia mengecek barang tersebut tidak hilang, malah barang tersebut dipindahkan ke tepi jalan.
Cerita duka atau kesulitan yang saya alami beberapa kali selama mengabdi tidak berarti apa-apa ketika melihat kawan lain yang tidak pernah mengeluh dan selalu bahagia. Bahkan, ketika masa pengabdian selesai, momen-momen sulit itulah yang menjadi obrolan menarik dan membuat rindu ingin bertemu lagi. Misalnya, kesulitan mengakses air bersih karena sedang musim kemarau, kesulitan akses transportasi, kesulitan memanajemen keuangan, kesulitan mengajak masyarakat aktif dalam setiap kegiatan, kesulitan memasak makanan untuk 30 orang, kesulitan merawat teman yang sakit, dan kesulitan-kesulitan lainnya.
Kesulitan yang kami hadapi tidak menyurutkan semangat kami dalam mengabdi. Hal ini dikarenakan kami selalu mencoba untuk mengubah suasana menjadi semenarik mungkin dan tidak pernah mengeluhkan keadaan. Saya sempat berkesimpulan bahwa bisa jadi teman-teman disini memiliki tanggungjawab dan rasa kekeluargaan yang tinggi karena mereka semua adalah orang-orang terpilih dari kampus masing-masing. Sehingga, saya pun merasa nyaman dan sedikit banyak melupakan kesulitan yang ada. Misalnya, setiap kali hendak ke kamar mandi atau melakukan apapun di malam hari, saya selalu meminta teman (siapapun) untuk mengantar saya. Dalam kasus ini, saya adalah yang paling penakut, sehingga teman-teman lainnya dengan senang hati menemani setiap kali saya memintanya.
Pernah suatu waktu, saya, Iptah, Hera, dan Widya hendak ke mushala untuk melaksanakan salat Isya pukul 23:00. Kami berempat tidak ada yang berani ke mushala. Kemudian, salah satu teman mengajukan diri untuk mengantar kami dan menunggu sampai kami selesai salat. Selain itu, Jajan ke warung di malam hari juga hobi bagi beberapa teman-teman saya. Lokasi warung andalan teman-teman saya berjarak 300-500 meter dari tempat tinggal kami. Waktu yang tepat untuk jajan adalah selepas Isya, berjalan kaki sambil bersenda gurau dan tak jarang bercerita seram. Saya pernah ikut aktivitas asyik yang menyeramkan ini sekali, setelah itu saya tidak mau lagi.
Malam di Penyamun cukup mencekam bagi saya yang sudah terbiasa dengan suasana kota yang hampir 24 jam ramai. Apalagi jika tidak ada pengajian, tahlilan, atau rapat lainnya, ditambah apabila sedang ada pemadaman listrik, maka suasana malam akan sepi sekali. Mungkin, rasa sepi ini juga dirasakan teman-teman semua, sehingga setiap malam teman-teman melakukan kegiatan seperti memainkan permainan kecil, nonton film bareng, bernyanyi diiringi gitar, sampai dengan karaoke bersama. Dibalik malam yang mencekam, suasana langit Penyamun di malam hari akan membuat siapapun berdecak kagum karena disuguhi langit bertabur bintang yang sangat indah.
Kami, peserta KKN Bersama Desa Penyamun memiliki motto dalam bahasa Bangka yaitu asak kawah pasti pacak, artinya, jika ada kemauan pasti bisa. Motto ini diberikan oleh Dosen Pendamping kami yang selalu mendampingi, membimbing, dan memotivasi. Beliau menegaskan bahwa setiap kesulitan yang kita hadapi selama pelaksanaan KKN akan membuat kita semakin kuat dan semakin hebat. Maka dari itu, suka dan duka selama KKN bagi saya dan seluruh peserta KKN adalah pengalaman yang paling menyenangkan. Berdasar pada motto ini juga, selama pelaksanaan KKN tidak ada satu pun konflik yang terjadi antarpeserta KKN maupun antara peserta dengan pihak lainnya. Hal ini karena kami sadar bahwa seluruh peserta memiliki kekurangan, maka kami lengkapi itu. Kemudian kami juga tahu bahwa seluruh peserta memiliki kelebihan, maka kami maksimalisasikan untuk menutupi kekurangan yang lainnya.
Meski tidak ada satu pun konflik, bukan berarti tidak ada permasalahan selama KKN. Setiap permasalahan kami selesaikan secara kekeluargaan dengan musyawarah selepas makan malam. Biasanya, musyawarah rutin dilakukan setiap akhir pekan dan musyawarah tambahan akan diadakan sesuai kebutuhan. Sore, 20 Agustus 2017, ketua kelompok mengusulkan untuk melakukan musyawarah tambahan. Musyawarah dilakukan untuk menyelesaikan beberapa masalah, salah satunya adalah masalah komitmen kebersamaan yang sedikit berkurang karena kuatnya keinginan ‘jalan-jalan’ dengan kelompok kecil masing-masing. Selain itu, musyawarah tambahan ini membahas ‘tantangan’ dosen pembimbing di pertengahan waktu KKN, yaitu pengadaan produk unggulan desa.
Mengelola produk unggulan desa tidak mudah. Apalagi keadaan masyarakat desa penyamun yang mayoritas bekerja pada sektor tambang dan kebun. Saya bersyukur memiliki teman-teman KKN yang memiliki ide dan semangat untuk mewujudkannya. Hal ini dibuktikan dengan terjawabnya ‘tantangan’ dosen pembimbing dengan membuat beberapa macam produk unggulan desa yang kami harap dapat berkelanjutan membangun perekonomian desa. Eksperimen demi eksperimen kami coba, dari mulai eksperimen gagal sampai dengan eksperimen yang berhasil. Eksperimen gagal kami misalnya, permen jellyrasa lada (sahang) dan brownies lada, kedua produk ini gagal karena memiliki rasa yang tidak layak makan. Sedangkan, eksperimen kami berhasil dalam membuat macam-macam keripik bermacam rasa dengan cita rasa lada. Kami berharap, penemuan produk unggulan ini bermanfaat bagi masyarakat Penyamun agar dapat menigkatkan kesejahteraan mereka.
0 comments:
Posting Komentar