Rabu, 30 September 2015

Liberalism : The Perpetual Peace and The Fourteen Points




        Immanuel Kant merupakan seorang filsuf dari Eropa yang hidup pada abad pencerahan eropa, tepatnya pada abad ke-18. Kant terkenal sejak kemunculan artikelnya yaitu Toward Perpetual Peace. Agar sampai pada Perpetual Peace ada dua bagian yang disampaikan Kant dalam artikelnya tersebut, bagian pertama berisi enam pasal, pertama, adanya gencatan senjata dan keinginan menghentikan perang untuk selamanya. Kedua, sebuah negara yang bebas, baik kecil maupun besar tidak boleh diperoleh atau didapatkan negara lain dengan warisan, barter, pembelian, atau pemberian. Ketiga, kekuatan militer sedikit demi sedikit harus dihapuskan. Keempat, hutang sebuah negara tidak bisa dijadikan alasan negara lain (dihutangi) ikut campur urusan kebijakan luar negeri negara penghutang. Kelima, tidak ada negara yang diperbolehkan mengintervensi konstitusi dan pemerintahan negara lain. Keenam, tidak dikenankan sebuah negara yang sedang berperang dengan negara lain melakukan hal-hal yang bisa menghilangakan kemungkinan perdamaian yang akan terjadi di masa depan seperti: penggunaan pembunuh bayaran, pemakaian racun untuk pembunuhan, dorongan untuk pengkhianatan ke negara penentang. Selanjutnya, berisi tiga pasal yang menjelaskan hal-hal yang menentukan perdamaian abadi tersebut. Pertama, 
konstitusi sipil dari setiap negara harus berbentuk republikKedua, hukum bangsa-bangsa harus didirikan atas dasar federasi (persatuan pasif) yang terdiri dari negara-negara republik merdeka sehingga terbentuk hukum internasional sebagai langkah mencegah terjadinya perperangan. Ketiga, hak-hak universal dan cosmopolitan harus dihormati oleh semua negara sehingga negara mendapatkan respon baik oleh negara lain.[1]
      Kehancuran yang diakibatkan oleh Perang Dunia (PD) I membawa keinginan manusia untuk menghindari perang. Hal inilah yang merupakan titik awal kebangkitan kaum liberalis yang ditandai oleh berdirinya Liga Bangsa-Bangsa. Berdirinya Liga Bangsa-Bangsa selain didasari oleh gagasan Immanuel Kant dan Filsuf lain, salah satunya juga terdapat dalam pasal ke-14 dalam pidato Presiden AS yaitu Woodrow Wilson yang berjudul “The Fourteen Points” atau “Pidato 14 Pasal” yang dibacakan setelah berakhirnya Perang Dunia I, tepatnya pada 8 Januari 1918. Pasal ke-14 berbunyi, “Persatuan bangsa-bangsa harus dibentuk di bawah perjanjian spesifik agar terjaminnya independensi politik setiap negara dan integritas territorial negara besar atau kecil.”[2] Selain itu, beberapa isi pidato 14 pasal ini yaitu; tidak ada lagi perjanjian rahasia antarnegara, Belgia kembali menjadi negara yang merdeka, pengaturan kembali batas-batas negara Italia, negara harus mengurangi jumlah senjata pada titik terendah, sampai kepada dukungan terhadap liberalisasi ekonomi dan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa.[3]
      Perpetual peace ini bisa dikatakan sebagai landasan yang digunakan untuk merealisasikan gagasan-gagasan perdamaian dalam bentuk lembaga, institusi, maupun kegiatan lainnya. Dalam melihat pandangan Kant tentang perdamaian, sekilas tampaknya ide-ide Kant ini mempunyai kesempurnaan yang dibutuhkan oleh dunia, namun jika kita perhatikan kembali, ada beberapa poin dalam perpetual peace yang menurut saya kurang relevan pada masa sekarang atau sulit diterapkan, seperti misalnya pengurangan atau penghapusan militer dalam suatu negara. Penghapusan militer adalah hal sulit dimana setiap negara memiliki ketakutan terhadap negara lain, meski takut akan perang, ketakutan akan kalah perang jauh lebih besar, sehingga militer tetap dibutuhkan, selain itu juga militer dibutuhkan menjaga kedaulatan negara.  Masalah utama ide dari Immanuel Kant adalah keharusan menyeragamkan doktrin dasar negara, yaitu republik dan program-program perdamaian. Perpetual peace ini hanya bisa diberlakukan jika ditopang oleh federasi negara republik dimana semua masyarakatnya makmur dan sadar akan perdamaian, maka terlalu utopis rasanya jika disandingkan dengan kenyataan bahwa masih banyak permasalahan-permasalahan internal yang terjadi di setiap negara sehingga menandakan bahwa prasyarat perdamaian yang dijanjikan Kant belum bisa dilaksanakan.
      Berdasarkan The Fourteen Points juga, Wilson melihat pentingnya sebuah aktor internasional selain negara yang bertugas untuk mengatur hubungan antarnegara. Aktor selain negara pada saat itu ialah lembaga atau institusi dan sedikit banyak mengubah anarki internasional, jika sebelumnya negara dinyatakan sebagai aktor utama dalam sistem anarki internasional, maka setelah munculnya sistem anarki internasional, negara hanya dianggap sebagai aktor primer.[4] Sayangnya ungkapkan The Fourteen Points yang dianggap sebagai suatu konsep menuju perdamaian dunia, merupakan penyebab meletusnya Perang Dunia II. Banyak negara yang merasa keberatan dengan poin-poin yang diungkapkan oleh Wilson seperti Jerman, dll. Dia juga sebagai Presiden AS yang menggagas LBB, namun nyatanya AS tidak bergabung didalamnya.


*Saya meniadakan referensi guna menghindari plagiarisme*

0 comments:

Posting Komentar