Bantuan luar negeri merupakan
bantuan yang diberikan negara maju terhadap negara berkembang yang bersifat
bilateral. Bantuan luar negeri dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk, bentuk
pinjaman (loan) dan hibah atau
pemberian (grants). Bantuan luar
negeri biasanya memiliki syarat yang lebih mudah daripada lembaga finansial
internasional, hal ini dikarenakan adanya motif kemanusiaan, politik, dan
kemanan nasional negara yang meminjamkan. Pola pemberian pinjaman luar negeri
didasarkan pada pertimbangan politik dan strategi, serta pola pemberian pada
setiap negara berbeda satu sama lain.
Terdapat bentuk lain dari bantuan luar negeri yaitu dikenal dengan Colonial Past dan The UN Friend. Colonial Past merupakan bantuan luar negeri terhadap negara jajahan yang ditentukan oleh seberapa kuat hubungan negara penjajah dengan negara yang dijajahnya. Sedangkan The UN Friend sendiri merupakan bantuan yang dilakukan oleh negara G7 dengan tujuan untuk membantu voting di siding PBB, kedekatan dalam PBB diukur dari bagaimana hubungan mereka “saling membantu”.
Terdapat bentuk lain dari bantuan luar negeri yaitu dikenal dengan Colonial Past dan The UN Friend. Colonial Past merupakan bantuan luar negeri terhadap negara jajahan yang ditentukan oleh seberapa kuat hubungan negara penjajah dengan negara yang dijajahnya. Sedangkan The UN Friend sendiri merupakan bantuan yang dilakukan oleh negara G7 dengan tujuan untuk membantu voting di siding PBB, kedekatan dalam PBB diukur dari bagaimana hubungan mereka “saling membantu”.
Keefektifan kemajuan ekonomi
dalam suatu negara ketika mendapat bantuan dari negara lain belum dapat
dipastikan. Terdapat beberapa faktor ketidakefektifan bantuan luar negeri dalam
meningkatkan kemajuan ekonomi. Pertama, bantuan yang diberikan salah sasaran,
hal ini dikarenakan adanya kepentingan nasional yang berbeda-beda. Kedua,
bantuan luar negeri yang diberikan membuat warga tidak ada inisiatif untuk
menabung sehingga konsumsi publik menjadi besar. Selanjutnya, bantuan ini bisa
berefek baik pada kemajuan ekonomi dibarengi dengan kebijakan bagus dan stabil,
namun apabila tidak, kefektifan majunya ekonomi akan sulit dicapai.
Dalam memberikan bantuan luar
negeri, setiap negara memiliki karakteristik tersendiri karena dipengaruhi oleh
kepentingan nasional masing-masing. Seperti misalnya China, Arab Saudi, dan
Venezuela yang dikategorikan sebagai negara maju yang seringkali memberikan
bantuan luar negeri pada negara lain. Ketiga negara tersebut memiliki
karakteristik masing-masing dalam memberikan bantuan pada negara lain. Dalam
memberikan bantuan luar negeri, China lebih menyederhanakan syarat-syarat
tanggungan negara peminjam. Selain itu, China lebih memfokuskan diri pada
bantuan luar negeri yang berupa bantuan pembangunan infrastruktur, bantuan
pembinaan kemanusiaan seperti pemberdayaan SDM, bantaun bencana alam, dan
kesehatan. Seperti bantuan luar negeri China di negara-negara Afrika yang
menurut IMF dan Bank Dunia memiliki risiko tinggi karena kurang transparan dan
rawan politisasi.
Selain China, Arab Saudi memiliki
pola bantuan luar negeri yang seringkali disebut sebagai Rogue Aid dimana Arab Saudi memberikan bantuan bukan karena tujuan
demokratisasi. Bantuan diberikan secara Cuma-Cuma berdasarkan ideologi yang
sama, bantuan ini lebih berbahaya karena memiliki tingkat akuntabilitas yang
rendah. Arab Saudi melakukan pola pinjaman bilateral dan multilateral. Bantuan
bilateral yang diberikan Arab Saudi misalnya bantuan luar negeri yang diberikan
untuk Palestina. Sedangkan bantuan multilateral yang diberikan Arab Saudi
melalui Bank Dunia, International Food Development, IMF, IDB, OPEC, Arab
Monetary Fund, Arab Foundation for Economic and Social Development, dan Arab
Bank for Economic Development in Africa. Selain China dan Arab Saudi, Venezuela
juga memiliki polanya sendiri dalam memberikan bantuan luar negeri. Meskipun
bantuan yang diberikan memiliki pola yang sama dengan China, namun yang
membedakan adalah Venezuela memberikan bantuannya terhadap negara sosialis dan
menolak neoliberalisme.
Implikasi dari bantuan luar
negeri tehadap demokrasi terbagi dalam tiga periodisasi. Pertama, periode
perang dingin (1975-1986) dimana negara-negara yang memberikan bantuan tidak
menggunakan indikator demokrasi atau ideologi pada negara yang dibantunya. Kemudian
pada periode setelah perang dingin (1987-1997) dimana negara cenderung memberi
bantuan ke negara yang memiliki idologi yang sama. Terakhir, periode Rogue of Age (1997-sekarang) dinilai
tidak lagi menjadikan demokrasi dan idologi sebagai tolak ukur pemberian
bantuan, karena pada dasarnya pemberian bantuan ditujukan untuk pertumbuhan
ekonomi. Dengan semakin bertumbuh pesat perekonomian suatu negara yang
dipinjamkan, tentu saja dapat membantu menstimulasi perekonomian negara yang
memberikan bantuan juga.
*Saya meniadakan referensi guna menghindari plagiarisme*
Isi artikel ini sangat bagus dan membantu saya dalam membuat essay, namun sayang sekali tidak ada referensi yang memudahkan saya untuk membuat sitasi agar terhindar dari plagiarisme
BalasHapus