Ringkasan Bacaan
Determinasi dari Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok di bawah Chinese Communist party (CCP) untuk membawa masuk Taiwan atau Republic of China menjadi salah satu daerah di bawah naungan pemerintahan Tiongkok. Bagi Partai Komunis tersebut, permasalahan Taiwan merupakan isu yang menyangkut kedaulatan serta integritas negara, karena itu, isu Taiwan merupakan salah satu fokus permasalahan yang harus di selesaikan oleh pemerintahan Tiongkok. Pemerintahan Tiongkok sejauh ini lebih memilih untuk menggunakan jalan diplomasi pasif dalam rangka menekan pemerintahan Taiwan untuk menyetujui unifikasi tersebut, namun, tidak menutup kemungkinan Tiongkok akan menggunakan ancaman maupun jalan kekerasan militer. Penolakan secara keras bagi hampir seluruh elemen dari pihak Taiwan dikhawatirkan dapat memicu scenario dengan menggunakan jalan kekerasan militer oleh Pemerintah Tiongkok.
Kemajuan dari perkembangan Tiongkok selama tiga dekade terakhir tergolong mengesankan, baik dalam sistem ekonomi maupun pemerintahan. Permasalahannya adalah sistem Tiongkok yang bersifat Leninisme Konslutatif tersebut tidak menerapkan adanya demokrasi maupun menghargai nilai-nilai hak azasi manusia. Hal tersebut kontras dengan sistem serta norma-norma yang berlaku di Taiwan, sehingga kemungkinan adanya unifikasi di antara keduanya menimbulkan kontroversi.
Amerika Serikat telah menjadi salah satu kekuatan eksternal bagi Taiwan dalam aspek militer. Dalam jurnal ini, Tsang berusaha untuk menganalisis tindakan yang akan di ambil oleh Amerika Serikat berdasarkan scenario di mana Tiongkok akan menggunakan ancaman dalam bentuk militer dalam rangka unifikasi China.
Pemerintah dari Amerika Serikat berkomitmen di bawah Taiwan Relations Act (TRA) pada tahun 1979 untuk membangun kapasitas Amerika Serikat untuk melawan dari segala bentuk kekerasan maupun paksaan dalam bentuk lain yang dapat membahayakan keamanan atupun sistem social maupun ekonomi dari Taiwan. Perjanian tersebut meresmikan dari renana Amerika Serikat untuk dapat memberikan dukungan bagi Taiwan, terutama dari ancaman terbesar Taiwan dari dulu bahkan hingga saat ini, yaitu People’s Republic of China (PRC).
Dalam rangka pembangunan kapasitas bagi Amerika Serikat tersebut, the US Pasific Command (PACOM) sebagai pasukan perdamaian Amerika Serikat di wilayah indo-Pasifik, telah membuat suatu rencana untuk membantu Taiwan sebagi perlindungan bagi wilayahnya. Rencana tersebut di mulai dari suatu perecanaan konsep pada CONPLAN 5077 di bawah pemerintahan Reagan dan di perbaharui menjadi suatu rencana operasional pada OPLAN-5077-4 pada awal pemerintahan George W. Bush. Namun, serangkaian tindakan tersebut tidak menjamin kesiapan bagi Amerika Serikat untuk menempuh perang dengan Tiongkok. Alih-alih, sejauh ini, tindakan pemerintah Amerika Serikat tersebut lebih merupakan suatu tindakan yang bersifat preventif.
Tsang membuat scenario yang paling memungkinkan yang akan di ambil oleh pemerintah Tiongkok dalam rangka unifikasi menggunakan jalur militer dengan pemerintahan Taiwan. Tsang memperkirakan bahwa skenario ancaman untuk menggunakan kekerasan adalah skenario yang palng memungkinkan, di mana penggunaan dari kekuatan militer secara penuh di perkirakan akan menjadi suatu hal yang sulit. Dengan basis scenario tersebut, Tsang meninggalkan variabel-variabel seperti variabel internal Amerika Serikat, hubungan Amerika Serikat dengan Taiwan maupun Tiongkok, kapasitas Taian maupun situasi general di wilayah Asia Timur. Alih-alih, Tsang lebih berfokus terhadap bagaimana kekuatan militer Amerika Serikat dapat menggambarkan kemungkinan ancaman serta syarat-syarat yang dapat di penuhi oleh militer Amerika Seikat tersebut untuk dapat merespon ancaman terhadap Taiwan selama dua decade berkutnya, serta kapasitasnya untuk dapat menjalankan perencanaan dengan efektif.
Pemerintah Taiwan percaya bahwa dengan demonstrasi kekuatan militer akan menciutkan nyali Amerika serikat untuk membantu Taiwan lebih jauh. Namun, skenario tersebut tentu dapat berubah menjadi berbalik arah. Amerika Serikat dapat merespon tindakan Pemerintah Tiongkok tersebut dengan serius. Skenario dimana adanya peningkatan skala kekuatan militer Amerika Serikat juga patut di pertimbangkan. Skenario tersebut tentu berakhir dengan adanya konfrontasi, dan hal tersebut tak diragukan lagi dapat menjadi suatu kerugan bagi kedua belah pihak, terutama keduanya merupakan salah satu dari kekuatan nuklir terbesar dunia.
Dua skenario paling memungkinkan bagi Tiongkok untuk benar-benar menggunakan kekuatan militer akan melibatkan kombinasi cerdik dari dua persyaratan. Pada satu sisi, hal tersebut di maksudkan untuk menghancurkan kontrol Taiwan atas wilayahnya, memenggal kepemimpinan politik serta instalasi militernya. Untuk melaksanakan hal tersebut, di butuhkan kekuatan militer yang luar biasa bagi pemerintahan Tiongkok untu dapat mengepung wilayah Taiwan, baik wilayah darat, laut, maupun udara sebelum Aerika Serikat dapat membuat suatu kesepakatan dalam merespon serangan tersebut. Selain itu, Tiongkok perlu memastikan bahwa Taiwan telah di kepung sebelum Amerika Serikat dapat memberikan perintah keaktifan secara militer. Skenario ini kemungkinan besar akan di dukung oleh pasukan dari Peoples Liberation Army (PLA).
Asumsi dasar dari respon militer Amerika Serikat adalah mengenai taksiran bahaya yang akan di munculkan oleh pesaing terbesarnya saat ini, yaitu Tiongkok. Untuk itu, Amerika Serikat akan membuat semua unit tempur siap sedia dalam meresepons ancaman di Taiwan. Kekuatan militer yang akan di sediakan oleh Amerika Serikat di perkirakan melebihi kapasitas yang biasa disediakan di PACOM. Pemindahan unit-unit militer dari sayap ke sayap akan mudah di laksanakan dengan kekuatan militer AS saat ini.
Dalam rangka menganalisa syarat-syarat bantuan yang akan di berikan, kekuatan militer Amerika Serikat harus memperkirakan level dari ancaman PLA serta kapasitas keamanan Taiwan. Semakin sedikitnya bantuan yang di perlukan Taiwan untuk menghadapi ancaman militer Tiongkok, dengan kata lain semakin tinggi tingkat kesiapan Taiwan untuk menghadapi ancaman tersebut, maka semakin mudah bantuan oleh Amerika serikat tersebut di berikan. Krisis di selat Taiwan mendorong akan kemungkinan dari skenario tersebut akan benar-benar terjadi.
Pembangunan kapasitas Tiongkok untuk menghalangi bantuan militer AS terhadap Taiwan di dasari oleh perkembangan kapasitas high-technology untuk masa mendatang. Hal tersebut termasuk dalam percobaan rudal anti-satelit, kapabilitas pertahanan rudal balistik, dan serangan cyber. Kekuatan militer angkatan laut Tiongkok telah mengalami peningkatan dramatis semenjak tahun 1995, hingga ke titik di mana kekuatan tersebut memiliki potensi besar untuk mengancam kekuatan angkatan laut Amerika Serikat.
Selain itu, Tiongkok juga merancang suatu pembangunan misil yang tidak pernah di lakukan oleh negara lain sebelumnya. Kekuatan dari PLA tiap tahunnya semakin berkembang. Pada tahun 2010, pemerintahan Tongkok meluncurkan program ‘teknologi intersepsi rudal berbasis darat’ dengancara menembaki rudal balistik pada pertengahan penerbangan.. Di tambah dengan kapabilitas anti-satelit, program tersebut di maksudkan untuk menadi demosntrasi kapabilitas Tiongkok untuk mengganggu serta melemahkan kapabilitas ruang angkasa AS dalam isu konflik Selat Taiwan. Dari segi Cyber, kekuatan antara keduanya sejauh ini di perkirakan seimbang. Percobaan adanya perang dalam segi tersebut akan sangat merugikan bagi keduanya. Penaksiran kekuatan Tiongkok dalam menghadapi militer AS dapat di hitung seimbang, namun tetap berdampak buruk terhadap keseimbangan kekuatan dunia.
Salah satu variabel penting yang mempengaruhi kapabilitas AS dalam menghadapi isu krisis Selat Taiwan yaitu misinya di Afghanistan serta Irak. Hal tersebut melemahkan AS dari segi ekonomi. Perkembangan teknologi militer AS terhitung baik. Perintah untuk memastikan bahwa pasukan A.S. didukung dengan baik untuk operasi pemberantasan utama saat ini yang berarti bahwa pembangunan kekuatan sedang direorientasi dari mempersiapkan konflik tradisional antar negara, hingga pemberontakan dan pembangunan negara. Kapasitas dari kekuatan AS juga tergantung oleh kooperasi dengan beberapa aliansi AS. Dari segi militer, AS tidak akan mengharapkan bantuan selain kapal perang dari beberapa aliansi utamanya, yaitu Inggris, Australia serta anggota NATO lainnya. Jepang di harpkan dapat membantu dalam angkatan laut Taiwan.
Kritik Terhadap Jurnal
Tulisan Tsang mengenai perkiraan bantuan militer AS terhadap kemunginan arm conflict di wilayah selat Taiwan merupakan perkiraan berdasarakan proporsi kekuatan yang di miliki oleh kedua negara berkonflik, yaitu AS dan Tiongkok. Masalah pertama muncul dari statement ini, yaitu perkiraan kekuatan tersebut hanya di ukur berdasarkan kedua negara besar, yaitu Tiongkok dan AS, dengan mengindahkan variabel kemungkinan kekuatan militer yang di miliki oleh Taiwan sendiri. Penulis merasa bahwa penelitian antara kekuatan militer tersebut akan jauh lebih komprehensif apabila pengukuran kekuatan militer Taiwan juga di lampirkan dalam tulisan ini.
Jurnal ini berfokus pada kemungkinan opsi yang akan di pilih oleh baik Tiongkok maupun AS dalam rangka konflik unifikasi Taiwan-Tiongkok. Kedua negara yang di sebutkan pada saat ini merupakan dua raksasa ekonomi serta militer dunia. Kemungkinan akan adanya konflik di antara keduanya seharusnya di ikuti oleh kerusakan dalam skala global. Tidak menutupi kemungkinan bahwa konflik tersebut akan berujung terhadap perang dunia, yang akan melibatkan segenap aparat keamanan dunia dan tentunya akan sangat mempengaruhi stabilitas internasional. Opsi ini, menurut penulis merupakan opsi dengan kemungkinan paling terkecil dari opsi-opsi dengan jalur lain. Tsang terlalu berfokus terhadap pengukuran kekuatan tanpa mengindahkan kemungkinan perang yang akan menyusul apabila konflik ini benar-benar terjadi. Factor aliansi sempat di sebutkan, namun hanya dalam porsi minimum. Variabel tersebut amat penting mengingat baik kedua negara memliki aliansi masing-masing yang merupakan bekas peninggalan Perang Dingin. Hal tersebut masih relevan untuk di bahas menurut penulis.
Kesimpulan
Kesimpulan yang paling jelas dari skenario konflik tersebut adalah betapapun mengagumkannya perkembangan Tiongkok dalam dua decade ke depan, PLA hanya mampu menyempitkan jurang secara substansial dalam kapabilitas militer. Pada lintasannya saat ini, China tidak dapat membangun keuntungan yang memadai dalam kerangka waktu tersebut untuk mencegah militer A.S. memenuhi kewajibannya di bawah TRA. AS akan terus melaksanakan tanggung jawabnya untuk membantu Taiwan berdasarkan komitmen nya terhadap perjanjian tersebut.Selain itu, keputusan bagi AS untuk membantu Taiwan di pengaruhi oleh internal AS sendiri. Imbas dari keterlibatan AS di Afghanistan serta Irak dapat menjadi sebagai suatu agenda politik, alih-alih militer. Sindrom post-Afghanistan mungkin akan terulang. Atau mungkin tidak.
Penelitian ini menunjukkan bahwa intimidasi militer Tiongkok terhadap Taiwan tidak akan menggambarkan skenario yang memungkinkan selama Tiongkok tidak dapat mengatasi kekuatan AS. Sifat politis naluriah Taiwan yang demokratis praktis memperkecil adanya kemungkinan unifikasi antara tiongkok serta Taiwan. Ancaman militer Tiongkok hanya akan berhasil untuk menghalangi Taiwan dalam rangka mendapatkan kemerdekaan secara de jure seta mengganti nama dari Republic of China menjadi Republic of Taiwan, misalnya. Sampai PLA dapat secara efektif menghalangi AS untunk membantu dalam perlindungan Taiwan, Taiwan masih akan membangun pertahanan yang juga efektif. Akibat mahalnya program pengembangan teknologi militer, hal yang perlu di lakukan oleh pemerintah Taiwan adalah dengan menguatkan kapasitas dari segi sistem dan komunikasi yang dapat memperlancar hubungannya dengan Amerika Serikat.
Jurnal ini secara singkat dapat di jadikan pegangan mengenai kekuatan militer yang di miliki oleh AS dan Tiongkok pada tahun 2012. Sejauh pengamatan Tsang di perkirakan bahwa kekuatan antara keduanya cenderung seimbang, dengan keunggulan yang dimiiki oleh masing-masing antara keduanya dalam aspek-aspek tertentu. Tsang juga menyimpulkan bahwa mengingat resiko yang akan di hadapi apabila seknario di mana dua negara nuklir terbesar tersebut di posisikan di tempat yang berhadapan, hal tersebt akan membawa dunia dalam fase kritis. Yang perlu di garas bawahi dari jurnal ini adalah, kemingkinan ini merupakan kemungkinan terburuk yang dapat terjadi dalam isu unifikasi Taiwan-Tiongkok yang akan bersifat destruktif bagi tiga negara berkonflik. Penekanan tersebut secara di ulang disebutkan dalam jurnal ini.
Tsang juga menyarankan bahwa hal yang perlu di lakukan oleh Tiongkok dalam rangka pencapaian kepentingan negaranya adalah dengan tanpa menggunakan jalur kekuatan militer. Kunci dari adanya kemungkinan unifikasi tersebut adalah dari internal pemerintahan Tiongkok sendiri. Pemerintah Tiongkok harus memenangkan pemilihan atau vote di Taiwan. Sampai saat itu tiba, upaya dengan kekuatan militer bagi Beijing merupakan skenario terburuk yang dapat terjadi. Satu-satunya jalan yang dapat di ambil oleh Tiongkok apabila Pemerintahannya memutuskan untuk mengakhiri konflik tersebut dengan jalan militer adalah dengan menyingkirkan opsi dukungan AS terhadap Taiwan. Namun, komitmen AS terhdap konflik ini mempekecil kemungkinan tersebut.
0 comments:
Posting Komentar