Senin, 21 Desember 2015

Adakah Jalan Damai (Resolusi) dalam Islam???



Menurut saya pertanyaan adakah jalan damai (resolusi) dalam Islam kurang relevan, karena Islam memiliki misi membawa dan menyebarluaskan perdamaian sebagaimana selalu dicontohkan Rasulullah SAW. Hal ini berarti akan selalu ada jalan damai dalam Islam. Islam adalah agama yang damai dan menjunjung tinggi perdamaian. Islam berasal dari akar kata bahasa arab, SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti kedamaian, kesucian, penyerahan diri, dan ketundukkan. Dalam pengertian religius, Islam berarti penyerahan diri kepada kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya.[1]
Hubungan akar kata dengan pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui penyerahan diri kepada Allah SWT dan patuh atas hukum-Nya, maka seseorang bisa mencapai kedamaian sejati. Selain itu, akar kata yang membentuk kata Islam setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama lain. Pertama, Aslama, artinya menyerahkan diri. Orang yang menyerahkan diri kepada Allah SWT, ia harus siap menyerahkakn diriya kepada Allah SWT. Kedua, Salima, artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat. Ketiga, Sallama, artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelamatkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain. keempat, salam, yang berarti aman, damai, dan sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan aslama dan sallama.

Dalam konteks laju perkembangan dunia, agama tauhid yang sampai pada agama Islam, memiliki banyak kontribusi perdamaian dalam kehidupan. Banyak resolusi dan resolusi dalam menangani konflik yang dilakukan Nabi dan Rasul-Nya. Tentunya sesuai dengan arahan Allah SWT, melalui wahyunya. Sebagai contoh, Pada zaman Rasulullah SAW, Islam berkembang dan berkecenderungan akan menjadi komunitas yang paling berkuasa di Benua Arab. Setelah melalui berbagai cobaan sejarah berupa penindasan, pengusiran, dan peperangan, komunitas ini menjadi komunitas yang tangguh. Akselerasi dakwah Islam memungkinkan komunitas Madinah menjadi komunitas yang sangat kuat. Harusnya komunitas Islam dalam konteks realisme politik bisa memperlakukan apa saja secara sah sesuai dengan keinginannya komunitas yang ada di sekitarnya atau komunitas yang kalah dalam kompetisi.

Namun apa yang dilakukan Rasulullah SAW di puncak kemenangannya? Ia tidak menjalankan politik balas dendam atas perlakuan yang diterima sebelumnya. Sebenarnya, dalam konteks normatif diperkenankan membalas kezaliman orang lain setara dengan kezaliman yang diperbuatnya. Namun, Rasulullah SAW tidak memobilisasi perilaku balas dendam, tetapi malah memobilisasi sebuah resolusi. Resolusi ini dibuat secara fair dan tidak dipaksakan. Masyarakat muslim yang notabene mayoritas dan memiliki kekuatan tidak mengarahkan resolusi pada konsensus yang merugikan pihak lain, Rasulullah SAW tidak mengembangkan konsensus yang diskriminatif namun mengembangkan sebuah kompromi yang hangat.

Bagaimana resolusi yang dibuat oleh Rasulullah SAW terhadap komunitas selain Islam; seperti masyakarat Yahudi dan Nasrani. Pertama, Rasulullah SAW menempatkan masyarakat non-Islam sebagai masyarakat yang bebas, dan bukan sebagai masyarakat terjajah. Kedua, Rasulullah SAW menempatkan mekanisme hubungan muamallah (Hubungan antar Manusia) secara fair, baik terhadap orang Muslim maupun Non-muslim. Ketiga, Rasulullah SAW tidak menjadikan hubungan antar masyarakat Islam dengan komunitas non-muslim sebagai komunitas yang berjarak. Terakhir, Rasulullah SAW memberikan aturan main yang jelas dan adil bagi masing-masing pihak. Aturan main menjadikan masyarakat non-muslim tidak khawatir akan dizalimi karena Islam telah menunjukkan agama sebagai agama yang memegang janji.[2] Piagam Madinah merupakan salah satu resolusi konflik yang dikembangkan Muhammad SAW untuk menciptakan masyarakat yang mengedepankan nilai etik dalam bingkai pluralisme. Selama ini bingkai pluralisme adalah segala bentuk kepermisifan terhadap segala sesuatu, karena gejala sosial senantiasa dianggap sebagai gejala yang sosiologis dan tercerabut dalam tradisi normatif.

Allah SWT telah memberikan banyak solusi dalam menangani konflik-konflik yang terjadi melalui wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul-Nya. Seperti solusi yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi kaum yang memerangi Islam, serta bagaimana seharusnya menyikapi perbedaan. Solusi dan tuntunan ini kemudian dibukukan menjadi apa yang kita kenal saat ini dengan Al quran. Namun, Al quran juga tidak memberikan penjelasan secara eksplisit, sehingga dibutuhkan penjelasan dari sumber lain, yaitu Al Hadits dan Ijtihad. Dengan sumber-sumber inilah manusia bisa sampai pada kedamaian atau kesesatan, sesuai dengan bagaimana mentafsirkan dan memahaminya.

Pertanyaan, “apakah ada jalan damai (resolusi) dalam Islam?” ini seolah merupakan gambaran skeptisisme terhadap keberlangsungan Islam itu sendiri. Karena sebagaiamana yang ramai di media saat ini, terutama media yang membawa misi kepentingan golongan, bahwa Islam diidentikan dengan kekerasan. Hal tersebut tidak bisa dinafikkan, deskridit atas umat Islam sampai kepada munculnya golongan yang menamakan dirinya “Islamophobia”. Sangat naïf jika hanya menilai islam dari apa yang di “framing and priming” media yang notabene merasa terancam kepentingannya atas kedamaian yang ditawarkan islam. Apalagi diperparah dengan munculnya teroris yang mengklaim dirinya melakukan jihad. Sehingga setting-an untuk menghancurkan citra Islam semakin kuat. 

Islam bukan hanya agama yang berisikan ajaran tentang bagaimana manusia melakukan hubungan kepada Tuhan. Lebih dari pada itu, Islam memiliki esensi dalam mengajarkan manusia bagaimana seharusnya melakukan hubungan antarmanusia. Seringkali seorang muslim mengabaikan esensi bermasyarakat. Sehingga mereka mengabaikan nilai-nilai perdamaian yang secara eksplisit atau implisit ada dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk di dalamnya, cara-cara bagaimana menyelesaikan masalah, konflik, sengketa, dan lain sejenisnya. Pragmatisme masyarakat masa kini bisa dilihat dari bagaimana pola pikir dan cara pandangnya terhadap Islam dan apa yang dijanjikan Allah SWT ketika patuh atas perintah-Nya. Sayangnya, mereka kurang menelisik lagi, apa sebenarnya yang dilarang Allah SWT ketika melakukan sesuatu. Larangan Allah SWT bukan berarti membatasi manusia, melainkan mengarahkan manusia bagaimana hidup dalam damai. Termasuk menjembatani sebuah permasalahan atau konflik dalam dunia Islam. Bukan berarti Allah SWT kejam dan Islam tidak menjunjung tinggi perdamaian.



*Saya meniadakan informasi referensi untuk menghindari plagiasi*

0 comments:

Posting Komentar